56 research outputs found

    HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI DAN SOMATOTYPE DENGAN KEBUGARAN JASMANI ATLET SEPAK BOLA

    Get PDF
    Latar Belakang : Seorang atlet sepak bola harus memiliki kebugaran jasmani yang baik karena dalam setiap permainan sepak bola membutuhkan waktu yang cukup lama. Untuk mendapatkan prestasi maksimal maka kebugaran jasmani harus tetap terjaga dalam kondisi baik selama berlangsungnya permainan sepak bola. Untuk memperoleh kebugaran jasmani yang baik diperlukan pembinaan dan pemeliharaan secara rutin dan berkala. Tujuan Penelitian : Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Status Gizi, Somatotype, dan Kebugaran Jamani Atlet Sepak Bola SMAN 1 Sewon serta hubungan antara status gizi dan somatotype dengan kebugaran jasmani. Metode Penelitian : Penelitian ini menggunakan metode cross sectional, yang dilaksanakan pada bulan Mei 2018. Subyek penelitian ini adalah 35 atlet sepak bola SMAN 1 Sewon. Status gizi dinilai menggunakan indeks IMT/U dan berskala interval. Somatotype dihitung menggunakan rumus Heath-Carter dan berskala interval. Kebugaran jasmani diukur menggunakan metode Multistage Fitness Test dan berskala interval. Uji statistik yang digunakan adalah spearman corelation. Hasil Penelitian : Hasil dari penelitian ini menunjukkan semua responden memiliki status gizi baik, 71.4% responden memiliki somatotype kategori mesomorphic ectomorf dan 48.6% responden memiliki kebugaran jasmani dengan kategori baik. Kesimpulan : ada hubungan antara status gizi dan kebugaran jasmani (p=0.013) dan tidak ada hubungan antara somatotype dengan kebugaran jasmani baik dari komponen endomorph (p=0.119), mesomorph (p=0.333), maupun ectomorph (p=0.327). Kata Kunci : Status Gizi, Somatotype, Kebugaran Jasmani, Sepak Bol

    VARIASI SUBSTITUSI TEPUNG BIJI KAKAO DAN TEPUNG KULIT BIJI KAKAO PADA OLAHAN BROWNIES DITINJAU DARI SIFAT FISIK, DAYA TERIMA, DAN KADAR ANTIOKSIDAN

    Get PDF
    Perkembangan kakao di Indonesia cukup pesat, kakao merupakan tanaman yang dapat menghasilkan biji kakao yang nantinya mampu diolah menjadi seperti pasta, lemak, bungkil, dan bubuk untuk makanan maupun minuman. Biji kakao tersebut juga memiliki limbah yaitu kulit biji kakao yang tentunya memiliki kandungan gizi yang hampir sama dengan biji kakao. Kulit biji kakao berpeluang untuk dimanfaatkan sebagai sumber antioksidan. Brownies merupakan adonan dengan bahan yang sebagian besar berasal dari cokelat, salah satunya yaitu bubuk cokelat. Penggunaan variasi substitusi tepung biji kakao dan tepung kulit biji kakao dalam pengolahan brownies kukus dapat menjadi upaya untuk meningkatkan kandungan antioksidan pada olahan brownies kukus serta untuk memanfaatkan limbah kulit biji kakao yang terbuang menjadi suatu olahan yang bernilai gizi tinggi. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui formula atau resep brownies kukus tepung biji kakao dan tepung kulit biji kakao yang terbaik berdasarkan sifat fisik, daya terima, dan kadar antioksidan. Jenis penelitian ini adalah Eksperimental Murni dengan menggunakan rancangan acak sederhana (RAS) dengan 4 perlakuan yaitu pencampuran tepung biji kakao dan tepung kulit biji kakao 0%, 25%:75%, 50%:50%, 75%:25%. Penelitian dilakukan di Laboraturium Jurusan Gizi Poltekkes Yogyakarta dan Laboraturium CV.Chem-Mix Pratama, Bantul, Yogyakarta khusus untuk uji kadar antioksidan. Sifat fisik brownies kukus memiliki warna cokelat kehitaman, rasa khas brownies kukus, aroma khas brownies kukus dan tekstur empuk. Dari 4 sampel brownies kukus, perlakuan pada pencampuran 75%:25% adalah yang paling disukai oleh panelis. Dalam 100 gram brownies kukus yang mengandung antioksidan paling tinggi terdapat pada variasi campuran D yaitu 84,07%. Formulasi atau resep brownies kukus yang terbaik berdasarkan tingkat kesukaan adalah brownies kukus dengan pencampuran 75%:25%. Kata kunci : tepung, tepung biji kakao, tepung kulit biji kakao, brownies kukus,antioksida

    ANALISIS POLA ASUH GIZI IBU BALITA KURANG ENERGI PROTEIN (KEP) YANG MENDAPAT PMT-P DI PUSKESMAS PLAYEN I KABUPATEN GUNUNGKIDUL

    Get PDF
    Data prevalensi jumlah balita mendapat PMT pemulihan di wilayah kerja Puskesmas Playen I, indikator BB/TB kriteria kurus selama tiga tahun terakhir yaitu pada tahun 2014 adalah 1,2%, tahun 2015 adalah 1,42% dan pada tahun 2016 adalah 1,59%. Peningkatan jumlah tersebut tentunya diimbangi dengan peningkatan jumlah pemberian PMT Pemulihan oleh Puskesmas Playen I. PMT pemulihan bagi anak usia 6-59 bulan dimaksudkan sebagai tambahan, bukan sebagai pengganti makanan utama sehari-hari. PMT Pemulihan dimaksud berbasis bahan makanan lokal dengan menu khas daerah. Pola asuh makan anak akan selalu terkait dengan kegiatan pemberian makan, yang akhirnya akan memberikan sumbangan kepada status gizinya. Desain penelitian ini adalah studi kasus (case Study), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti suatu permasalahan melalui suatu kasus, yaitu menguraikan terlebih dahulu stastistik deskriptif jawaban responden yang diintreprestasikan dengan melihat hasil wawancara dan atau hasil pengamatan (observasi) untuk memperoleh hasil tentang pola asuh gizi dengan status gizi balita. Hasil penelitian yang diperoleh dari 14 responden diketahui bahwa dengan pola asuh gizi ibu yang baik meliputi pengetahuan, sikap dan praktek didapatkan 9 balita KEP yang mendapat PMT-P mengalami peningkatan status gizi, dan dengan pola asuh gizi ibu yang buruk meliputi pengetahun, sikap dan praktek didapatkan 5 balita KEP yang mendapat PMT-P tidak mengalami peningkatan status gizi bahkan status gizi balita menurun. Kata kunci : Pola Asuh Gizi, PMT pemulihan, Status Gizi, 1. Mahasiswa DIV Alih Jenjang Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Yogyakarta 2. Dosen Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Yogyakarta 3. Dosen Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Yogyakart

    HUBUNGAN ANTARA AKTIVITAS FISIK DAN ASUPAN SERAT DENGAN TEKANAN DARAH PADA PASIEN HIPERTENSI DI PUSKESMAS SENTOLO I KABUPATEN KULON PROGO TAHUN 2017

    Get PDF
    Hipertensi menjadi penyakit degeneratif ke-3 yang dapat membuat seseorang meninggal dengan cepat setelah penyakit jantung koroner dan stroke. Penyakit ini muncul saat tekanan darah berada diangka ≥140 mmHg untuk sistolik dan ≥ 90 untuk diastolik. Terdapat dua faktor yang memudahkan seseorang terkena hipertensi yakni faktor yang tidak dapat dikontrol (genetik, usia, jenis kelamin,dan ras) dan faktor yang dapat dikontrol yang berhubungan dengan faktor lingkungan hidup (obesitas, kurang aktivitas, stres dan konsumsi makanan). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara aktivitas fisik dan asupan serat dengan tekanan darah pada pasien hipertensi di Puskesmas Sentolo 1.Jenis penelitian yang digunakan yaitu analitik observasional dengan jenis rancangan cross sectional. Responden merupakan pasien hiperensi rawat jalan di Puskesmas Sentolo I berjumlah 43 orang. Variabel yang diteliti yaitu variabel bebas (aktivitas fisik, asupan serat) serta variabel terikat (tekanan darah). Instrument yang digunakan yaitu kuesioner Baecke Physical Activity Scale, form SQ-FFQ, Sphygmomanometer dan stetoskop. Uji statistik yang digunakan yaitu uji chi-square Hasil penelitian yaitu sebagian besar responden memiliki kategori umur dewasa lanjut (>60 tahun), berjenis kelamin perempuan dan tidak memiliki riwayat hipertensi keluarga, aktivitas fisik kategori sedang, asupan serat kategori rendah,tekanan darah kategori hipertensi 1.Tidak terdapat hubungan antara aktivitas fisik dengan tekanan darah (p>0.05). Tidak terdapat hubungan antara asupan serat dengan tekanan darah (p>0.05).Pengontrolan tekanan darah pada pasien hipertensi sangat penting dilakukan untuk mengetahui tingkatan tekanan darah pasien sehingga dapat dilakukan penanganan untuk mencegah atau mengurangi komplikasi akibat hipertensi. Kata Kunci : aktivitas, fisik, hipertensi, sera

    HUBUNGAN PEMBERIAN EARLY ENTERAL NUTRITION TERHADAP LAMA RAWAT INAP PASIEN INTENSIVE CARE UNIT DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH MUNTILAN, KABUPATEN MAGELANG

    Get PDF
    Latar Belakang :Penyakit kritis biasanya dikaitkan dengan stress metabolic, disertai dengan komplikasi peningkatan infeksi, disfungsi multi organ, rawat inap yang berkepanjangan serta meningkatnya angka kematian. Pemberian early enteral nutrition pada pasien kritis terbukti dapat menurunkan angka mortalitas atau kematian, menurunkan angka infeksi, mengurangi lama rawat inap, serta mengurangi lama ketergantungan terhadap ventilator, dibandingkan dengan delayed enteral nutrition. Tujuan Penelitian :Mengetahuihubungan pemberian early enteral nutrition terhadap lama rawat inap pasien ICU. Metode Penelitian :Penelitian ini merupakan penelitian observatif dengan desain penelitian kohort prospective study dengan control internal. Hasil pengujian terhadap karakteristik responden dianalisis secara deskriptif.Hasil pengujian karakteristik terhadap lama rawat inap dianalisis dengan uji Independent T-Testdan uji Anova, untuk mengetahui perbedaan.Hasil pengujian terhadap early enteral nutrition dan lama rawat inap dianalisis dengan uji Chi-Square, untuk mengetahui hubungan, dan uji Independen T-Test untuk mengetahui perbedaan. Hasil : Berdasarkan hasil analisis, diketahui bahwa tidak ada hubungan antara pemberian early enteral nutrition terhadap lama rawat inap (sig=0.310). Responden dengan delayed enteral nutrition lebih dari hari 3 setelah masuk ICU, memiliki rawat inap yang lebih panjang (8.7 ± 1.2). Kesimpulan : Tidak ada hubungan antara pemberian early enteral nutrition terhadap lama rawat inap pasien ICU. Kata Kunci : Early enteral nutrition, lama rawat inap, pasien Intensive Care Unit

    HUBUNGANANTARA ASUPAN SERAT DAN AKTIVITAS FISIK DENGAN KADAR GLUKOSA DARAH PUASA KARYAWAN PUSKESMAS RONGKOP GUNUNGKIDUL

    Get PDF
    Latar Belakang:Diabetes mellitus merupakan salah penyakit degeneratif yang prevalensi nya meningkat dari tahun ke tahun. Dari data riset kesehatan dasar tahun 2013(2,1%) prevalensi Diabetes Mellitus meningkat dari tahun 2007 (1,1%) pada penduduk berumur di atas 15 tahun. Angka tersebut cenderung meningkat terus seiring meningkatnya pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan pola pertumbuhan peduduk seperti saat ini, diperkirakan tahun 2020 nanti akan bertambah penderita Diabetes Mellitus sebanyak 178 juta penduduk berusia di atas 20 tahun, dengan asumsi prevalensi sebesar 4,6% akan didapatkan 8,2 juta penderita Diabetes Mellitus (PERKENI, 2002). Gaya hidup modern kurangnya aktivitas fisik dan asupan serat merupakan pemicu meningkatnya penyakit Diabetes Mellitus. Tujuan: Studi kasus ini bertujuan untuk mengetahui asupan serat dan aktivitas fisik dengan kadar glukosa darah puasa.Metode: Jenis kasus ini merupakan observasionaldengan pendekatan cross sectional. Subyek penelitian adalah karyawan Puskesmas Rongkop Kabupaten Gunungkidul. Data yang dikumpulkan yaitu data primer dan data sekunder. Hasil:Rata-rata asupan serat karyawan puskesmas Rongkop 15.11 gram. Rata-rata nilai PAL aktivitas fisik 1.44. Hasil analisis SPSS korelasi r Product moment antara asupan serat dengan kadar glukosa darah puasa diketahui r=-0.268 dan p=0.0094. Sedangkan hasil analisis SPSS korelasi r Product moment antara aktivitas fisik dengan kadar glukosa darah puasa diketahui r=-0.002 dan p=0.994...Kesimpulan:Tidak ada hubungan antara asupan serat dengan kadar glukosa darah puasa nilai p=0.0094 (>0.005). Tidak ada hubungan antara aktivitas fisik dengan kadar glukosa darah puasa nilai p=0.994 (>0.005) Kata Kunci :Asupan Serat, Aktivitas Fisik, Kadar Glukosa Darah Puas

    Penambahan agar-agar dan pengaruhnya terhadap kestabilan dan daya terima susu tempe pada mahasiswa Politeknik Kesehatan Jurusan Gizi Yogyakarta

    Get PDF
    Background: The production of tempeh milk is an effort to diversify tempeh-based food processing potential as functional food. However, as vegetable milk tempeh milk has the disadvantages of tasting bitter and being easily precipitate. The addition of gelatine is potential as stabilizer that is expected to counter the disadvantages and improve the taste of tempeh milk.Objective: To identify the effect of gelatine addition to stability and acceptability of tempeh milk among students of Nutrition Department of Health Polytechnic Yogyakarta.Method: The study was experimental with a completely randomized design, comprising four experiments, i.e. tempeh milk with gelatine addition as much as 2%, 3%, 4% and no gelatine addition as control. Organoleptic test was made by 25 skilled panelist, students of Nutrition Department of Health Polytechnic Yogyakarta, to identify acceptability of tempeh milk. Whereas viscocity test and visual observation through the assessment of tempeh milk precipitation level within 5 hours storage were made to identify emulsion stability. Data analysis used Anova and Duncan advanced test.Result: Stable emulsion could be achieved through gelatine addition of 2% at emulsion consistency 89.10%, viscocity 0.225 poise. Better emulsion stability was achieved through gelatine  addition of 3% at emulsion consistency 91.10%, viscocity 0.249 poise. Best emulsion stability was achieved through gelatine addition of 4% at emulsion consistency 95.58%, viscocity 0.254 poise and lowest emulsion stability was found in the control without gelatine addition at emulsion consistency 80.84%, viscocity 0.216 poise. The result of proximate nutrition value of tempeh milk with gelatine addition 4% (most stable) were energy 55.54 cal, protein 2.14gr, fat 1.82g, carbohydrate 7.65%, water 86.23g, ash 0.15% and raw fbre 2.01%.Conclusion: There was no effect of gelatine addition at various concentration to acceptability of tempeh milk. There was effect of gelatine addition at various concentration to stability of tempeh milk. The highest emulsion stability was achieved in tempeh milk with gelatine addition of 4%

    Karakteristik Toksisitas Hidroksiapatit yang Disintesis dari Kalsit Terhadap Rattus norvegicus

    Get PDF
    The use of synthetic hydroxyapatite (HA) in biomedical application is well warranted. It has shown to havean excellent biocompatibility in human tooth and bones. The present study was conducted to know the toxicitycharacteristics of hydroxyapatite synthesized from Mojokerto calcite in Rattus norvegicus. In this study 30Rattus norvegicus were used as experimental animals. The animals were divided into 3 groups (n=10) to be givenHA-calcite, HA-200 (Waco, Japan), and aquadest (control) orally. The animals were observed 7 days and thenwere analyzed for: fatality rate and clinical behavior, hematology test, organ morphology, and histopathologyappearance. The result showed that there was not any animal death during 7 days observation. None of the animalexhibited any noteworthy findings in clinical behavior, hematology test, organ morphology, and histopathologyappearance. In conclusion, HA-calcite did not show any acute toxicity characteristic; therefore, it was potential tobe used as an alternative material for bone substitution

    PENGARUH PENYULUHAN HIGIENE TERHADAP PENGETAHUAN DAN PERILAKU HIGIENE PENJAMAH MAKANAN PADA PENYELENGGARAAN MAKAN DI RSUD LAMANDAU

    Get PDF
    Latar Belakang : Makanan merupakan kebutuhan pokok manusia untuk mendukung kesehatan. Makanan yang dibutuhkan harusnya bernilai gizi baik. Selain nilai gizi, hal lain juga perlu diperhatikan, seperti cara pengolahan, kebersihan penjamah makanan dan bagaimana makanan tersebut disajikan. Peningkatan mutu makanan tidak terlepas dari peran penjamah makanan yang terlibat langsung dalam proses pengolahan makanan yang dikonsumsi oleh konsumen. Penjamah makanan yang kurang sehat atau membawa kuman penyakit (carier) menjadi ancaman bagi kesehatan masyarakat. Faktor kebersihan penjamah atau pengelola makanan yang biasa disebut personal hygiene, merupakan prosedur menjaga kebersihan dan pengolahan makanan yang aman dan sehat. Tujuan : Meningkatkan pengetahuan dan perilaku hygiene dengan penyuluhan hygiene penjamah makanan dalam penyelenggaraan makan di RSUD Lamandau. Metode : Jenis penelitian ini adalah eksperimen semu (quasi eksperimen). Desain penelitian yang digunakan adalah one group pre dan post test design. Penelitian ini dilaksanakan di Instalasi Gizi RSUD Lamandau bulan Februari 2019. Subjek penelitian ini adalah semua penjamah makanan berjumlah 10 orang. Analisis data menggunakan uji paired t-test. Hasil : Berdasarkan uji paired t-test diperoleh nilai ρ value tingkat pengetahuan sebesar 0,025 (<0,05), artinya terdapat perbedaan yang bermakna pengetahuan antara sebelum dan sesudah diberikan intervensi. Dengan demikian intervensi berupa penyuluhan higiene bisa meningkatkan pengetahuan responden mengenai higiene. Dan nilai ρ value tingkat perilaku sebesar 0,000 (<0,05), artinya terdapat perbedaan yang bermakna perilaku antara sebelum dan sesudah diberikan intervensi. Dengan demikian intervensi berupa penyuluhan higiene. Kesimpulan : Adanya peningkatan pengetahuan setelah penyuluhan sebesar 20%, adanya peningkatan perilaku setelah penyuluhan sebesar 60%. Kata Kunci : penyuluhan, higiene, pengetahuan, perilaku, instalasi giz
    corecore